Sabtu, 15 Agustus 2009

Bertani di Cibarusah-Bekasi
































Di
tengah kesibukan di Jakarta, saya tetap meluangkan waktu untuk menyalurkan jiwa bertani. Photo-photo ini salah satunya, saya menanam pohon jati di areal seluas kurang lebih 1 ha di Cibarusa-Bekasi. Tanah tersebut saya miliki sejak 2003.
Oleh karena jiwa bertani, di mana pun saya berlabuh, di Jakarta, Papua, tetap sisihkan pendapatan untuk membeli tanah agar bisa berkebun (bertani).
Sejak masa kecil dulu, meski ayah seorang Kepala Sekolah SD, saya diajarkan dan diwajibkan untuk bertani.

Minggu, 26 Juli 2009

TENTANG SAYA

I. DATA PRIBADI

Nama : Drs. Paul Serak Baut, M.Si
Tempat/Tgl Lahir : Lempa – Orong, 28 April 1954
Alamat (Manggarai) : Beci – Wae Bangka, Lembor
Alamat (Jakarta) :
Jakarta Timur
Isteri : Maria Ratna Nurung
Tempat/Tgl Lahir : Manggarai – Flores, 17 Mei 1957
Anak : 1. Paskalina W Baut (22 thn); 2. Blasius Richardus G. Baut (14 thn)
Orang Tua : Bapak- Blasius Baut (Alm), Pensiunan Kepala SD; Ibu : Adelheid Djenai (Alm)
Moto Hidup : Aude Aliquid Dignum (Beranilah melakukan hal yang bernilai).


II. PENDIDIKAN

  1. SDK Werak / SDK Orong, Manggarai Barat – NTT, tamat 1967.
  2. SMP Seminari Pius XII Kisol – Borong, tamat 1970.
  3. SMA Seminari Pius XII Kisol – Borong, tamat 1974.
  4. Novisiat Fransiskan, Papringan – Jogyakarta, 1975.
  5. Extension Course Bahasa Inggris, Universitas Sanata Dharma – Jogyakarta, 1975.
  6. Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara - Jakarta, tamat 1978.
  7. Sastra Universitas Indonesia / UI (Doktoral Filsafat) – Jakarta, 1980 – 1983. (Catatan: Tidak diselesaikan karena ada larangan dari Menteri P & K saat itu untuk studi rangkap pada 2 fakultas pada universitas yang sama).
  8. Fisip UI – Jakarta, tamat 1988.
  9. Fakultas Hukum, Universitas Ibnu Kaldun – Bogor, 1989
  10. Fakultas Hukum, Universitas Cendrawasih – Jayapura, 1997 - 1999
  11. S2 Ilmu Pemerintahan, Universitas Satyagama – Jakarta, 2002
  12. S3 Ilmu Pemerintah (Kandidat Doktor), Universitas Satyagama – Jakarta, 2004


III. PENGALAMAN KERJA

A. Dunia Pendidikan

1). Guru SMP – SMA dan Sederajat (1977 – 1980)

- SMP Paskalis – Jakarta
- SMP Fransiskus – Jakarta
- STM Santo Yosep Vincentius – Jakarta
- SPSA Marsudirini – Jakarta

2). Dosen Perguruan Tinggi

  • Dosen Logika – Filsafat Etika – Filsafat Agama – Filsafat Hukum – Filsafat Manusia, universitas Atmajaya Jakarta, 1979 – 1982. (Dipecat karena aktif dalam gerakan Petisi 50, 360, 60 dan 30.
  • Dosen Filsafat, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), 1980 – 1992.
  • LPK Regina – Jakarta, 1983 – 1984.
  • Dosen Sosiologi, Universitas Jakarta, 1991.
  • Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara Jakarta, 1990.
  • Dosen Filsafat, Sekolah Filsafat dan Theologi (STFT), Fajar Timur – Jayapura, 1995 – 1999.


B. Dunia Kemasyarakatan / LSM

  • Koordinator Katakese Paroki Paskalis – Jakarta, 1979.
  • Staf Pusat Etika Atmajaya – Jakarta, 1978 – 1982.
  • Sekretaris PMKRI DKI Jakarta, 1982 – 1984.
  • Staf Yayasan Mulia Jakarta, untuk para gelandangan dan anak jalanan, 1985.
  • Kepala Bagian Umum LPSM Bina Desa Jakarta, bidang Pedesaan,1986-1987.
  • Staf Dewan Pengurus YLBHI – Jakarta, 1987 – 1992.
  • Sekretaris Eksekutif Forum Kerjasama LSM Irian Jaya, 1992 – 1995.
  • Konsultan Prog Pembangunan Sumber Daya Hukum LBH Jayapura,1992–1994.
  • Kepala Bidang Operasional LBH Jayapura, 1997 – 1999.


C. Legislatif

Anggota DPR / MPR-RI, 1999 – 2004

  • Anggota Komisi Tenaga Kerja DPR RI, 1999 – 2001.
  • Anggota Komisi Pendidikan DPR RI, 2002.
  • Anggota Komisi Energi dan Sumber Daya Mineral, 2003 – 2004.
  • Anggota Panitia Anggaran DPR RI, 2003 – 2004.
  • Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Yayasan, 2004.

D. Swasta

  • Wakil Komisaris PT Papua Seafood International, 2002 – 2005.
  • Presiden Direktur PT EDI Group International, 2003 - sekarang


IV. BIDANG PENULISAN

  1. Staf Redaksi Majalah Driyakara – Jakarta, 1978.
  2. Staf Redaksi Buletin Monitor, Atmajaya – Jakarta, 1979 – 1982.
  3. Staf Redaksi Majalah Bina Desa, 1986 – 1987.
  4. Pemimpin Redaksi Majalah RADAR dan Human Right Forum, YLBHI, Jakarta, 1987 – 1990.
  5. Penulis artikel : Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Prioritas / Media
    Indonesia, Majalah Hidup, Rohani, Surabaya Post, Cendrawasih Post, dll.
  6. Penerjemah buku : Teori Sosial Modern, buku asli berbahasa Inggris, karangan Ian
    Crab, diterbitkan Rajawali Jakarta, 1987.
  7. Penulis dan editor buku (selama di Yayasan YLBHI), 1987 – 1991:
  • Remang-remang Indonesia,(Laporan Keadaan Hak Azasi Indonesia),YLBHI,1989.
  • Dilema Arus Pembangunan, ,(Laporan Keadaan Hak Azasi Indonesia),YLBHI,1990.
  • Hukum, Politik dan Perubahan Sosial (sebagai editor bersama Mulyana W.Kusumah), YLBHI Jakarta, 1990.
  • Bantuan Hukum untuk Negara Berkembang, YLBHI Jakarta, 1991.
  • Mulya Lubis, Hak Azasi dan Pembangunan (sebagai editor bersama Mulyana W. Kusumah), YLBHI Jakarta, 1988.
  • Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, (sebagai editor) YLBHI Jakarta, 1989.
  • Komplikasi Hak Azasi Manusia (bersama Beny K Harman), YLBHI, 1988.
  • ”Rekayasa Kekuasaan di Atas Bumi Cenderawasih”, dalam buku BABAK BARU PERJUANGAN ORANG PAPU, Jayapura 1999.


V. KEGIATAN ORGANISASI

  • Sekretaris PMKRI, Jakarta, 1980 – 1983.
  • Wakil PMKRI mengikuti seminar ”Peran Kaum Muda dalam Perubahan Sosial di Asia”, diselenggarakan IMCS, di Cebu City – Philipina, 1982.
  • Wakil YLBHI dalam Seminar ”Human Rights in Asia” di Manila, Philipina, 1987.
  • Wakil YLBHI dalam Seminar ”Human Rights Education” di Bangkok, 1987.
  • Wakil Ketua DPC PDI Kodya Jayapura, Irian Jaya, 1994.
  • Wakil Ketua DPD PDI (sebelum PDI pecah), 1994 – 1996).
  • Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Irian Jaya, 1996.
  • Peserta Kaderisasi Tingkat Nasional PDI di Cikopo Bogor, 1996.
  • Ketua PAPPUDA PDI Perjuangan Irian Jaya, 1999.
  • Peserta Pelatihan Guru Kader PDIP, Cikopo, 2003.

Minggu, 12 Juli 2009

WAJAH BARU PEMIMPIN MASA DEPAN

Oleh: Paul Serak Baut

Gerakan reformasi 11 tahun lalu, pada dasarnya merupakan
titik kulminasi dari perlawanan terhadap proses pembangunan yang memperalat rakyat demi kepentingan elit. Gerakan reformasi menuntut pengembalian arah pembangunan kepada peningkatan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Mahasiswa dan kaum muda pada umumnya menolak sentralisasi pembangunan serta membuka ruang sebesar-besarnya kepada otonomi daerah yang diyakini akan menjadi landasan yang kokoh bagi penguatan negara kesatuan.

Transparansi diharapkan menjadi ciri pokok yang melekat pada setiap proses pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari proses pembangunan yang dimaksud. Singkatnya partisipasi rakyat harus terwujud. Mekanisme kontrol harus dibiarkan bertumbuh dan obyek pembangunan harus life centered. Manusia manusia setempat yang lazim disebut rakyat harus menjadi subyek pembangunan.

Semuanya itu adalah cita-cita yang mestinya menjadi penentu arah sekaligus yang mendorong arah pembangunan kita. Akan tetapi pada kenyataannya harapan itu semakin tidak terwujud dan bahkan untuk beberapa daerah termasuk Daerah Manggarai Barat proses pembangunan tidak memperlihatkan wajahnya sebagai peletakan fondasi pembangunan yang kokoh untuk masa depan manggarai Barat.

Malah sebaliknya. Proses pembangunan kembali berciri duplikasi ciri dan gaya pembangunan dan kepemimpinan masa Orde Baru. Pembangunan berorientasi pada pertumbuhan. Pilihan obyek pembangunannya adalah proyek-proyek yang dikelola oleh para pemilik modal besar, yang tentu saja untuk saat ini menguntungkan para investor luar. Lihat saja misalnya, pemaksaan terhadap usaha tambang yang nyata-nyata bagi semua orang yang berkehendak baik dan berwawasan luas bakal mengancam lingkungan hidup dan mengancam identitas kehidupan dan budaya masyarakat setempat. Sudah terlalu banya contoh industri seperti ini merusak kehidupan manusia. Tidak ada keharusan seluruh kekayaan tambang itu harus dikeruk hari ini. Dia tidak bakal lenyap biar disimpan sejuta tahun ke depan. Biarkan anak dan cucu-cucu kita yang memutuskan sendiri.

Hal yang sama terjadi terhadap ciri dan gaya kepemimpinan. Terkesan kuat tidak ada perubahan paradigma kekuasaan. Kekuasaan bermuara pada to have atau semata-mata pada how to get something. Tidak kelihatan aspek kekuasaan sebagai ruang bagi pelayanan, selain ruang perwujudan kepemimpinan yang tahu segalanya dan benar belaka.

Kita semua wajib mengembalikan arah pembangunan ini. Jangan membiarkan ciri pembangunan ini kembali, menjadi duplikat pembangunan Orde Baru. Pemimpin mengetahui semuanya dan rakyat dipaksa ikut. Kita mengejar pertumbuhan tanpa peduli pemerataan. Kita bangga dengan kehadiran industri pertambangan, hanya karena rakyat mendapatkan remahnya berupa peluang jadi buruh harian tanpa menghiraukan ruang kehidupannya sebagai petani dan nelayan.

Kita belum terlambat asal hari ini kita berbalik arah. Kita membutuhkan pemimpin yang membawa kepemimpinan berwajah baru dan pembangunan berwajah baru, pembangunan yang berpihak pada kehidupan nyata para petani dan nelayan. Petani, nelayan dan peternak Manggarai Barat tidak butuh banyak. Mereka harus disiapkan sebagai pemilik dari pengembang dari kekayaan pariwisata Manggarai Barat. Jangan terpinggirkan sebagai penonton bagi petani tetangga dari daerah tetangga.

Rakyat Manggarai Barat tidak butuh banyak. Mereka butuh air minum, bibit, pupuk dan penyuluhan. Para nelayan hanya butuh modal kecil untuk membangun organisasi atau koperasi yang dapat memfasilitasi pemerolehan jala, perahu dan aneka perlengkapan yang diperlukan. Kita harus membangun jalan ke berbagai penjuru, negara masih mampu untuk pembangunan infrastruktur seperti itu, dananya tidak tergantung pada niat baik atau selera seorang pemimpin daerah. Sekali lagi, asal saat bersamaan kita harus melindungi aset satu-satunya yang dimiliki rakyat kita yaitu tanah. Harus ada peraturan daerah (Perda) yang melindungi hak kepemilikan tanah. Bila tidak, maka jalan-jalan baru hanya akan mempercepat desa terhisap dan tanah-tanah bakal berpindah tangan ke segelintir orang yang memiliki uang banyak. Itu hukum sosiologis yang terjadi di mana-mana. Jangan salahkan pemilik modal, batasi peluangnya dengan Perda yang memihak.

Menempatkan diri sebagai pelayan pemerintah daerah memang harus menyiapkan atau menciptakan pasar bagi rakyatnya agar berbagai hasil bumi petani dan nelayan dapat meningkatkan penghasilannya secara riil.

Beberapa hal yang disebutkan di atas sebenarnya hanya merupakan contoh ke mana dan apa yang harus kita lakukan bila ingin berpihak kepada kepentingan rakyat. Hal lain seperti yang menyangkut kesehatan dan pendidikan jelas harus dikembalikan lagi kepada hakekat yang sesungguhnya yakni penciptaan ruang kehidupan yang memungkinkan masyarakat bisa hidup lebih layak dalam soal kebersihan dan kualitas bahan konsumsinya. Pendidikan harus membuat rakyat lebih cerdas.

Atas segala permasalahan yang kini dihadapi masyarakat Manggarai Barat, saya bersedia dan bertekad untuk membalikan arah sesungguhnya yang mementingkan serta berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat Manggarai Barat. Mudah-mudahan keinginan saya yang semata-mata ingin memajukan Manggarai Barat, mendapat dukungan dari seluruh masyarakat Manggarai Barat.